Monday, February 15, 2016

SUASANA HATIKU DI PEMAKAMAN GABY


Minggu, 20 September 2015

Pada hari itu jenazah Gaby akan dimakamkan. Sebelum jenazah Gaby diberangkatkan ke tempat peristirahatannya yang terakhir, kami semua berkumpul di rumah duka untuk mengikuti Misa Pelepasan Jenazah yang dimulai pukul 09.30, dan dipimpin oleh Romo Martin, CP (Ordo Christ Passion).



Setelah Misa Pelepasan selesai, jenazah Gaby kemudian siap diberangkatkan dari Rumah Duka ke tempat peristirahatan terakhir.


Malam sebelumnya, tanggal 19 September 2015, telah dilakukan Misa Tutup Peti. 
Kebetulan model Peti Jenazah Gaby dilengkapi dengan jendela kaca, jadi walaupun sudah tutup peti sehari sebelumnya, kami masih tetap bisa memandang wajah Gaby dari kotak jendela kaca diatas petinya. Namun hari itu, sebelum diberangkatkan ke pemakaman, jendela kaca di peti jenazah itu harus ditutup rapat. 

Sebelum jendela kaca pada peti itu ditutup rapat, saya dan papa Gaby kembali memandang wajah putri tercinta kami, Gaby, untuk yang terakhir kalinya.

Saat itu saya berkata sambil memandang wajah Gaby melalui kotak jendela kaca itu "Bie, Bibie jangan pernah bilang kalo mama ngga sayang Bibie. Mama sayang sama Bibie. Kalo mama selama ini suka minta Bibie ngalah sama dede, bukan berarti mama ngga sayang Bibie. Maafin mama ya Bie kalo mama suka suruh Bibie ngalah sama dede. Mama sayang sama Bibie." 

Air mata saya saat itu tak terbendung lagi. Perasaan menyesal yang amat dalam menusuk hati saya. 

Karena perbedaan usia yang hanya 2 tahun, membuat Gaby dan dedenya sering beradu kepentingan. Selama ini kalau Gaby rebutan sesuatu dengan dedenya, karena Gaby lebih besar umurnya dari Chelsea, dan badan Gaby jauh lebih besar dan kekar dari Chelsea, maka saya lebih sering meminta Gaby untuk mengalah sama dedenya. Walaupun tidak selalu saya minta Gaby mengalah sama dede, tapi kecenderungan saya lebih banyak meminta Gaby yang mengalah daripada dedenya yang mengalah. Ditambah lagi sifat dedenya yang lebih keras kepala. 

Terkadang Gaby suka kecewa kalau disuruh mengalah sama dede, dan bilang "Mama ngga sayang Bibie. Sayangnya dede doang." Padahal sesungguhnya bukan itu maksud saya. Saya meminta Gaby mengalah bukan karena saya ngga sayang Bibie. Mungkin karena kecenderungan naluri sebagai orang tua yang lebih condong untuk melindungi anak yang lebih lemah dan lebih kecil. Semoga Gaby bisa memahami perasaan saya yang sesungguhnya. Mungkin cara saya menyelesaikan perselisihan antara Gaby dan dedenya tidak tepat dan dirasa tidak adil bagi Gaby, tapi tidak pernah sedikitpun saya membedakan porsi kasih sayang untuk kedua anak saya. Saya menyayangi keduanya sama rata. Mereka ibaratnya sepasang bola mata saya.


Waktu terus berjalan semakin siang, sekitar pukul 11.00 jenazah Gaby diberangkatkan dari Rumah Duka Abadi ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Sedih sekali mengingat saya sudah tidak bisa melihat Gaby lagi secara fisik. 

Saya dan papa Gaby kembali memilih untuk ikut mobil jenazah, dan duduk di bangku belakang, yaitu di samping peti jenazah Gaby. Sama halnya ketika hari kejadian tenggelam itu, saat jenazah Gaby hendak dibawa ke RS. Said Sukanto Bhayangkara untuk divisum luar, kami juga memilih duduk di samping jenazah Gaby yang saat itu telah ditutup kain putih.

Perjalanan dari Rumah Duka di Grogol menuju ke pemakaman Gaby di daerah Karawang membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Dalam waktu 2 jam itu, di samping peti jenazah Gaby yang telah tertutup rapat, saya kembali mengenang saat-saat bahagia saya bersama Gaby.

Teringat dulu saat pertama kali saya melihat baby Gaby lahir ke dunia ini. 

Baby Gaby yang kecilnya sama seperti bantal guling bayi. 
Baby Gaby yang saat dibawa pulang dari rumah sakit, disambut kedatangannya dengan listrik yang padam selama berjam-jam di rumah.
Baby Gaby yang sering nangis dan baru diam kalau diberi ASI.
Baby Gaby selalu nangis kalau ngga lihat muka mamanya
Baby Gaby suka ditimang-timang
Baby Gaby yang murah senyum
Baby Gaby yang aktif bergerak 

Mama sempet mikir mau sapih Gaby, sebab takut dede di perut mama kurang gizi kalau disedotin ASInya sama Gaby. Tapi melihat Gaby yang masih ingin sekali diberi ASI, mama ngga tega menghentikan ASI buat Gaby. Mama jadinya makan yang banyak supaya Gaby dan dede yang ada di dalam perut mama cukup gizinya. Puji Tuhan dede Chelsea lahir dengan sehat dengan berat 3.0 kg, setelah dede Chelsea lahir, Gaby pun masih diberi ASI. Jadi saat itu ada 2 anak yang diberi ASI. Sudah seperti anak kembar saja deh jadinya.

Gaby pertama kali bersekolah saat umur 2,5 tahun. Dulu mama yang selalu antar jemput dan tungguin Gaby di halaman depan sekolah. Awalnya Gaby sangat pendiam dan pemalu, lama kelamaan Gaby tumbuh menjadi anak yang berani tampil dan dapat melakukan performance dengan baik di atas panggung. Gaby anak yang cepat bisa bila diajari sesuatu, sampai Gaby belajar menulis dan berhitung saja mama ngga merasa terbebani.

Saat Gaby mau masuk SD, papa mama berusaha carikan sekolah yang terbaik buat Gaby dan dede. Begitu banyak pilihan sekolah dan begitu sering menghadiri pameran edukasi, akhirnya papa mama pilih sekolah yang bahasa pengantarnya pakai Bahasa Inggris, supaya Gaby bisa lebih baik dari papa mama yang Bahasa Inggrisnya minim. 

Dalam 2 tahun bersekolah disana Gaby jadi semakin fasih Berbahasa Inggris, tapi sayang Gaby malah tenggelam saat mengikuti pelajaran renang wajib disana.

Akhirnya tanpa terasa mobil jenazah sudah memasuki area pemakaman. Secara tiba-tiba dan tanpa sengaja saya melihat spanduk yang dibentangkan di dekat pintu masuk pemakaman "SELAMAT JALAN MENUJU RUMAH BAPA GABRIELLA SHERYL HOWARD." Kata-kata di spanduk itu sangat menyentuh hati saya. Saya berkata dalam hati "Ya, kami saat ini sedang mengantar Gaby ke tempat peristirahatannya yang terakhir, yaitu Rumah Bapa di Surga. Rumah idaman yang menjadi kerinduan dan harapan bagi semua orang yang hidup di dunia ini."


Sesaat kemudian, kami tiba di lokasi pemakaman Gaby. Lokasi pemakaman itu tidak kami survey sebelumnya. Kami hanya bergantung kepada penjelasan dari marketing tanah makam yang menjelaskan kepada kami saat kami di Rumah Duka. Sesungguhnya kami sudah terlalu sedih dan tidak memiliki energi lagi untuk meluangkan waktu melakukan survey ke tempat makam Gaby. Namun Tuhan masih berbaik hati kepada kami, dengan mengirimkan marketing tanah makam yang menawarkan posisi makam yang cukup bagus menurut kami. 

Upacara penguburan jenazah Gaby dipimpin oleh Bapak Djohan. Beliau adalah seorang Prodiakon dari Paroki Gereja kami. Bapak Djohan sebelumnya pernah satu kali melihat Gaby semasa hidupnya, yaitu pada malam terakhir sebelum keesokan harinya Gaby tewas tenggelam. 

Jadi pada malam itu, Rabu, 16 September 2015, kami sekeluarga ( Gaby, Chelsea, papa Gaby dan saya ) menghadiri acara doa lingkungan sekaligus acara ulang tahun lingkungan kami ( dalam kehidupan Gereja Katolik, secara rutin biasanya diadakan doa bersama di tiap-tiap lingkungan tempat tinggal terdekat dengan tema tertentu. Pada malam itu saya ingat, kami membahas tentang Nikodemus ). Uniknya pada malam itu, kami baru pertama kali pergi ke doa lingkungan secara bersama-sama dalam satu keluarga secara komplit, dan hari itu adalah pertama kalinya Gaby ikut doa lingkungan. Dan tidak disangka pula, itu adalah doa lingkungan pertama dan terakhir Gaby. 

Kebetulan, malam itu Bapak Djohan yang memimpin doa lingkungan itu, sehingga beliau sempat melihat dan mengenal Gaby selama kurang lebih 1,5 jam ( acara berlangsung selama pukul 19.45 - 21.15 ). Bahkan posisi duduk kami saat itu duduk berhadap-hadapan dengan Bapak Djohan, dengan posisi duduk Gaby yang paling depan, bersandar pada saya yang duduk  di belakang Gaby. Pada malam itu, Gaby nampak sehat segar bugar ( flu pun tidak ), bersemangat, dan masih tetap setia bermanja-manja dengan mamanya. 


Tidak ada yang aneh dalam diri Gaby hari itu, semua tampak normal dan baik-baik saja. Siapa yang menyangka kalau keesokan harinya sekitar jam 09.00 Gaby pergi untuk selamanya ( dalam waktu kurang lebih 12 jam setelah acara itu ) dan pada hari Minggunya ( 20 September 2015 ), Bapak Djohan malah memimpin upacara pemakaman Gaby. 

Sebelumnya, pada hari Jumat 18 September 2015, Bapak Djohan juga mendoakan Gaby doa Rosario dan Koronka Kerahiman Illahi di samping jenazah Gaby bersama saya dan seorang temannya, tepat pada jam 3 sore.




Seperti mimpi di siang bolong rasanya saya memandang gundukan tanah di hadapan saya, dengan kesadaran bahwa tubuh fisik Gaby terkubur di dalamnya. Batin saya kembali berkecamuk, namun secara otomatis batin saya melantunkan lagu ini :

Bapa Surgawi ajarku mengenal
Betapa dalamnya kasihMu
Bapa Surgawi buatku mengerti
Betapa kasihMu padaku
Semua yang terjadi didalam hidupku
Ajarku menyadari Kau s'lalu sertaku
B'ri hatiku selalu bersyukur padaMu
Kar'na rencanaMu indah bagiku

Lagu diatas ini sering saya nyanyikan disaat saya sedang sedih. Dalam setiap kepedihan hati yang saya rasakan, saya selalu memohon kepada Tuhan untuk mengajarkan saya merasakan kehadiranNya, mengajarkan saya betapa Tuhan mengasihi saya, mengajarkan saya selalu bersyukur kepada Tuhan baik dalam suka maupun duka, dan mengajarkan saya kesadaran akan rencanaNya yang indah pada waktunya.

Setelah acara pemakaman selesai, kami pulang dengan menaiki bus sewaan yang sebelumnya telah disewa dari rumah duka untuk membawa para pelayat, yaitu beberapa orang keluarga besar kami dan beberapa orang staff kantor.

Dalam perjalanan pulang dari pemakaman, sepanjang perjalanan saya memeluk foto Gaby dengan posisi seperti menimang bayi, dimana saya bisa melihat jelas wajahnya yang tersenyum manis pada foto itu ( foto yang diambil di Kidzania 1 ( satu ) bulan sebelum kejadian ).



Saya sangat sedih menyadari bahwa tubuh fisik Gaby telah terkubur disana, di makam itu. Namun disisi lain saya meyakini kenyataan bahwa tubuh fisiknya memang terkubur disana, tapi jiwanya telah pulang kepada Allah Bapa di Surga.

Memang sejak saat itu saya sudah tidak bisa lagi melihat Gaby secara fisik dengan mata kepala saya, namun saya masih bisa melihat Gaby dengan mata hati saya. Saya yakin saat itu Gaby tetap ikut pulang bersama saya, sebab dia kini ada di dalam hati saya. Menurut saya, ikatan batin antara orang yang jauh di mata tapi dekat di hati, adalah jauh lebih besar, daripada ikatan batin orang yang dekat di mata tapi jauh di hati. Hingga saat ini saya masih merasa begitu dekat dengan Gaby.

"Bibie, lihatlah dan rasakanlah, betapa hati mama masih seperti yang dulu. Mama masih tetep sayang sama Bibie. Walaupun mama sudah ngga bisa lihat dan peluk Bibie lagi, tapi mama yakin Bibie ada dan Bibie bisa mengetahui isi hati mama. Isi hati yang di dalamnya selalu ada tempat khusus untuk anak mama tersayang Angelina Gabriella Sheryl Howard.

Mama selalu doain Bibie setiap dini hari, sebelum ayam berkokok dan sebelum mama memulai aktivitas di pagi hari, dan sebelum mama mengurus dede beraktivitas di pagi hari.

Kenapa mama doain Bibie pagi-pagi ?

Karena Bibie anak pertama mama. Karena Bibie yang pertama kali keluar dari perut mama. Bibie yang pertama kali lahir menjadi anak mama. Jadi mama tidak akan merampas hak kesulungan Bibie sekalipun Bibie sudah ngga ada lagi di dunia ini.

Sebelum mama mengurus dede, mama mau menjalankan kewajiban mama sebagai mama Bibie. Mama mau doain Bibie biar Bibie selalu happy di Surga. Mama setiap hari selalu memohon kepada Tuhan supaya Bibie diberikan tempat terbaik di sisi Tuhan. Walaupun mama tahu bahwa anak sebaik Bibie sudah pasti mendapatkan tempat terbaik di sisi Bapa, tapi naluri mama selalu ingin mendoakan Bibie, bukan karena mama meragukan kebahagiaan Bibie saat ini di Surga, tapi semata-mata karena mama masih ingin terus menyayangi Bibie. Mama ingin Bibie selalu mendapatkan yang terbaik, baik saat Bibie masih di dunia maupun saat Bibie sudah di Surga.

Nama Bibie akan selalu ada dalam setiap doa mama. Sama seperti saat dulu mama anter Bibie sekolah setiap hari, sekarang setiap hari juga mama akan berkata dalam doa mama "Tuhan Yesus, saya titip Gaby hari ini. Berikanlah tempat terbaik bagi Gaby dan berikanlah kebahagiaan abadi buat Gaby di Surga."

Mama yakin tidak ada doa yang menjadi sia-sia. Kalau pun Bibie sudah bahagia di Surga, pasti Bibie akan memberikan doa mama untuk sahabat-sahabat Bibie yang masih membutuhkan doa itu supaya jiwa mereka bisa masuk Surga juga. Dengan demikian, Bibie masih tetap bisa meneruskan semangat Helpfullness di Surga. Amin.

Di Doa Ibuku Namaku Disebut

Di waktu ku masih kecil
Gembira dan senang
Tiada duka ku kenal
Tak kunjung mengerang
Di sore hari nan sepi
Ibuku bertelut
Sujud berdoa ku dengar
Namaku disebut

Reff :
Di doa ibuku
Namaku disebut
Di doa ibu ku dengar
Ada namaku disebut

Sekarang ku telah pergi
Ke rumah yang senang
Namun kasihnya padaku
Selalu ku kenang
Kelak disini kami pun
Bersama bertelut
Memuji Tuhan yang dengar
Namaku disebut



No comments:

Post a Comment