Monday, February 8, 2016

Bunda Maria Teladan Hidupku



( sharing ini berdasarkan iman Katholik yang saya anut )
Kamis malam, tanggal 17 September 2015, sekitar pukul 23.30
Malam itu adalah malam yang paling berat dalam hidup saya, dimana di pagi harinya Gaby tewas tenggelam di kolam renang sekolahnya, dan di malam hari itu jenazahnya sudah terbaring di dalam peti jenazah di rumah duka.
Setelah selesai mengumpulkan barang-barang Gaby, saya mengurungkan niat untuk kembali ke rumah duka pada malam itu, sebab Chelsea terlihat sangat gelisah tidurnya pada malam itu.
Ketika saya memutuskan untuk menemani Chelsea tidur di sampingnya, batin saya kembali berkecamuk. Dalam kesendirian di malam itu, rasa duka di hati saya terasa menusuk sangat dalam.
Saya kemudian bangun dan memandang tempat tidur Gaby di sebelah kamar saya yang connecting dengan kamarnya ( kamar Gaby dan saya bisa tembus, hanya dibatasi pintu geser ).
Saya mengenang malam sebelumnya, dimana Gaby masih terbaring tidur di tempat tidur itu dengan pulas.Pagi harinya pun saya masih membangunkan Gaby dari tidurnya di atas tempat tidur itu. Sekarang tempat tidur itu menjadi kosong. Selimut hello Kitty yang sering dipakainya kini tetap terlipat rapi di atas tempat tidurnya.
"GABY MAMA BENER-BENER NGGA PERCAYA GABY SUDAH TIDAK ADA LAGI DI DUNIA INI.
Mengapa terjadi kepada dirimu ? Aku tak percaya kau telah tiada !
Haruskah ku pergi tinggalkan dunia ? Agar aku dapat berjumpa denganmu."
Di malam yang berat itu, sudah pasti saya tidak bisa tidur. Dalam kegalauan hati saya yang rasanya jauh lebih dalam daripada patah hati, saya memutuskan untuk berdoa.
Malam itu, entah mengapa saya terdorong untuk berdoa Rosario ( sesuai iman Katolik saya ). Saya cari Rosario milik Gaby yang waktu itu dibelikan papanya dari hasil Ang Pao Imlek tahun 2015 kemarin. Lalu saya ambil foto Gaby yang di Kidzania ( foto close up terbarunya yang diambil tgl 16 Agustus 2015 ). Saya mulai berdoa disamping Chelsea yang saat itu mulai tertidur pulas.
Derai air mata mulai tertumpah, makin lama makin deras. Kalau tadi siang kesedihan itu tidak begitu jelas terasa sebab saya masih sibuk berinteraksi dengan orang-orang, namun malam itu adalah puncak kesedihan saya.
Dalam keterpurukan saya malam itu, Tuhan kembali menguatkan saya dengan cara yang luar biasa.
Saat saya mendaraskan Doa Rosario sambil memandang foto Gaby, tepatnya saat saya mengucapkan "Salam Maria penuh rahmat, Tuhan sertamu, terpujilah engkau di antara wanita dan terpujilah Buah Tubuhmu, Yesus." Saya berhenti sejenak mencoba menghayati kalimat itu.
Saya mencoba menghayati kenapa Bunda Maria dikatakan penuh rahmat ( sesuai dengan perkataan malaikat Gabriel saat menyampaikan kabar gembira bahwa ia akan mengandung dari Roh Kudus ), lalu saya mencoba menghayati kenapa Bunda Maria disebut terpuji diantara wanita.
Saya kemudian membayangkan Bunda Maria saat diberi kabar oleh malaikat Tuhan. Bunda Maria yang saat itu belum menikah diberitakan akan mengandung dari Roh Kudus. Wanita mana yang tidak terkejut membayangkan harus mengandung padahal belum menikah, dan apa kata orang nanti ? Tapi Bunda Maria saat itu tetap taat pada rencana Allah dengan mengatakan "Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut perkataanmu." Menurut saya, tidak mudah Bunda Maria mengatakan hal itu, kalau ia tidak benar-benar taat dan beriman kepada Allah. Maka ia membiarkan Rahmat Allah bekerja dalam dirinya sesuai kehendak Allah. Allah pun akhirnya memberikan solusi atas ketaatan Bunda Maria, dengan menggerakkan hati tunangannya, Yosef, untuk ikut menerima rencana Allah dalam diri Bunda Maria, dan mereka kemudian membentuk sebuah keluarga kudus.
Lalu saya membayangkan Bunda Maria yang harus melahirkan di sebuah tempat yang sangat sederhana, yaitu sebuah kandang domba. Saya membayangkan bagaimana sakitnya saat seorang wanita melahirkan anak. Biasanya para calon orang tua akan mempersiapkan rumah sakit serta dokter terbaik agar persalinan dapat berjalan dengan lancar. Namun itu tidak terjadi pada diri Bunda Maria. Seluruh tempat penginapan yang saat itu penuh, membuatnya harus melahirkan di sebuah kandang. Namun Bunda Maria tidak pernah mengeluh dengan keadaan itu. Ia menerima kondisi itu apa adanya, dan tetap dipenuhi kebahagiaan atas kelahiran bayi Yesus, walaupun semuanya itu dilakukan dalam kesederhanaan.
Saya membayangkan lagi saat Bunda Maria menyaksikan sendiri putra tunggalnya Yesus Kristus disiksa dan disalib. Saat itu Yesus berusia 33 tahun. Saya membayangkan usia Yesus yang sudah sebesar itu, tentu banyak kenangan manis yang telah dilaluinya bersama Bunda Maria selama hidupnya. Saya lalu membayangkan Gaby. Menjadi mama Gaby selama 8 tahun saja sudah membuat saya begitu menyayanginya, dan begitu banyak kenangan manis bersamanya, apalagi Bunda Maria yang putranya saat itu sudah berusia 33 tahun.
Ketika Yesus jatuh untuk yang kedua kalinya, Bunda Maria berusaha menerobos kerumunan orang banyak agar bisa mendampingi Yesus dengan penuh duka. Bunda Maria menyaksikan derita Yesus sejak pukulan paku yang pertama hingga tusukan tombak. Saat Yesus diturunkan dari Salib setelah meninggal, Bunda Maria memangku jenazah Yesus yang penuh dengan darah dan luka si sekujur tubuhnya.
Saya membayangkan ketika anak-anak saya demam atau sakit, khususnya waktu bayi, pasti saya sudah tidak bisa tidur. Saya selalu menggendong bayi saya ketika sedang demam dan terus memantau suhu tubuhnya agar tidak terjadi step ( dengan memberikan kompres air hangat dan obat penurun panas ). Seringkali saya begadang kalau bayi saya sedang sakit. Dan puji Tuhan kedua anak saya tidak pernah mengalami step ketika terserang demam.
Hati seorang ibu pasti sangat mencintai anaknya. Bila melihat anak sukses dan bahagia, yang paling berbahagia atas kebahagiaan anaknya adalah ibu yang melahirkannya. Dan juga bila anak mengalami kegagalan dan kekecewaan, yang paling merasakan penderitaan sang anak juga adalah ibu yang telah melahirkannya.
Mungkin sudah kodrat bagi seorang ibu untuk memiliki kontak batin yang begitu dalam dengan anak-anaknya.
Saya terus membayangkan, siksaan dan luka-luka yang diterima Yesus mulai dari Gabata, lalu selama perjalanan menuju Kalvari, sampai pada proses penyaliban Yesus, yang pastinya sangat mengoyak hati Bunda Maria, ibunya.
Dalam keterkoyakan hati yang mendalam Bunda Maria tetap tegar dan tetap taat kepada rencana Allah Bapa atas diri putranya Yesus Kristus.
Ketegaran hati Bunda Maria yang luar biasa begitu menyentuh hati saya pada malam itu. Saya mau terus belajar meneladani Bunda Maria. Sejak malam itu pula saya lebih bisa merasakan betapa tegarnya hati Bunda Maria dalam mendampingi Yesus yang menderita siksaan kejam sampai pada wafatnya di kayu salib.
Saya membayangkan kronologi tenggelamnya Gaby ( berdasarkan cerita teman-temannya ) tanpa melihat secara langsung kejadiannya saja sudah membuat hati ini seperti disayat-sayat, apalagi kalau harus menyaksikan langsung.
Lalu saya mengucapkan kalimat "Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini sekarang dan waktu kami mati." Saya merasa bersyukur sebab ada Bunda Maria yang setia mendoakan saya selama saya hidup di dunia ini dan bahkan sampai saya mati kelak.
Malam itu saya menyelesaikan Doa Rosario dengan penuh penghayatan dan derai air mata. Doa Rosario malam itu adalah Doa Rosario yang paling menyentuh hati saya, yang belum pernah saya alami sebelumnya.
Itulah cara Tuhan dalam menguatkan saya secara luar biasa, dan di luar kemampuan saya. Semoga Tuhan selalu menguatkan kita dalam menjalani suka duka kehidupan ini. Amin.
Sungguh ‘ku bangga Bapa,
punya Allah seperti Engkau.
Sungguh ‘ku bangga Yesus,
atas s’gala pengorbananMu.
Tak ingin aku hidup lepas dari kasihMu,
kasihMu menyelamatkan dan b’riku pengharapan.
Reff :
Kini ‘ku persembahkan apa yang aku miliki,
memang tiada berarti bila dibanding dengan kasihMu.
Namun ‘ku ingin memb’ri dengan sukacita di hati,
kar’na ‘ku tau ini menyenangkan hatiMu.

No comments:

Post a Comment