Saturday, September 3, 2016

Terseret Suasana Setahun yang Lalu ( Saat Kehilangan Gaby )


Tadi sore saya ke mall untuk mencari kado ultah buat si dede. Supaya surprise, saya hunting kado seorang diri. Seperti biasa saya parkir di besment. Setelah itu saya beranjak masuk ke dalam mall melalui pintu masuk terdekat.

Karena saya sudah sangat hafal dengan tata letak mall disana, saya tidak melihat lagi zona petunjuk di parkiran. Biasanya saya berpatokan pada pintu masuk terdekat tempat dimana saya memarkir kendaraan saya.

Ketika saya beranjak masuk ke dalam mall, hp saya berdering. Sambil mengangkat hp, saya berjalan menuju ke bagian dalam mall.

Belum selesai saya berbicara via telepon, mata saya tanpa sengaja tertuju pada sebuah stand pameran pendidikan. Stand tersebut tidak asing lagi bagi saya. Itu adalah stand sekolah Gaby.

Tanpa terasa, hampir satu tahun sudah kejadian tenggelamnya Gaby di kolam renang sekolah itu berlalu, dengan proses hukumnya yang hingga kini masih belum jelas.

Tanpa sadar pikiran saya pun melayang kepada kejadian hampir setahun yang lalu. Kejadian itu masih melekat dengan jelas dalam hati dan pikiran saya hingga saat ini. Kejadian itu masih terasa seperti kemarin bagi saya.

Setelah Gaby dipindahkan ke kamar jenazah, saya meminta izin kepada papa Gaby untuk pergi mencari baju Gaby yang akan dipakaikan di peti jenazah. Saat itu papa Gaby duduk di kamar jenazah menemani Gaby sambil mengabarkan berita duka atas kepergian Gaby kepada keluarga besarnya.

Sekitar pukul 10.30, saya ditemani seorang mommy dari teman sekelas dedenya Gaby ( yang datang ke emergency room sesaat setelah saya mengabarkan bahwa Gaby telah meninggal dunia ), mencari baju untuk Gaby di mall terdekat.

Saya berusaha mencari dress warna putih untuk Gaby, karena saya pernah berjanji kepada Gaby bahwa saya akan membelikan Gaby dress putih yang cantik bila nanti Gaby menerima Komuni Pertama di kelas 4 SD nanti, supaya Gaby terlihat seperti Princess.

Setelah berputar-putar di Keris Gallery, tepatnya di bagian pakaian anak perempuan, akhirnya saya menemukan dress putih yang bagus. Namun ukuran dress tersebut agak gambling antara muat dan tidak di badan Gaby, sebab nomor terbesar dress tersebut terlihat agak sempit untuk Gaby.

Mata saya pun tertuju pada dress pink cantik yang tergantung di sekitar sana. Ukuran dress pink itu lebih cocok dengan Gaby daripada dress yang berwarna putih tadi. Warna pink juga merupakan warna kesukaan Gaby. Namun karena saya ingin merealisasikan janji saya kepada Gaby tentang dress putih untuk Komuni Pertama, jadi saya putuskan untuk membeli dress yang berwarna putih.

Tapi sebelum membeli, saya bertanya terlebih dahulu kepada pramuniaganya "Mba, apa dressnya bisa ditukar kalau kekecilan ?" Karena pramuniaganya mengiakan dengan syarat dan ketentuan yang berlaku, saya pun membelinya tanpa ragu-ragu.

Setelah itu saya mencari sepatu untuk Gaby sesuai warna kesukaan Gaby, yaitu warna pink. Tanpa memakan waktu lama, sepatu yang dicari pun ketemu.

Kami lalu bergegas kembali menuju kamar jenazah tempat Gaby terbaring.

Saat tiba di kamar jenazah, situasi disana telah ramai. Saya melihat dede sedang menangis berlinang air mata di dekat jenazah Cie-cie Gaby. Ama Gaby, popo Gaby, paman dan tante Gaby pun telah berada disana.
Saya memperlihatkan dress putih yang baru saya beli kepada ama Gaby. Ama bilang "Kekecilan nih. Mana muat." Saya jawab "Tadi ada yang lebih gede, tapi warnanya pink. Apa tuker yang warna pink aja ya ?" Ama Gaby menyahut "Tuker aja dah. Mendingan yang gede sekalian, daripada ngga muat. Ntar repot lho kalo ngga muat. Mumpung masih disini ayo kita tuker sekarang." Akhirnya kami bertiga ( ama, dede, dan saya ) berjalan kaki ke mall untuk menukar dressnya.

Dengan pertimbangan dress pink lebih besar daripada dress putih, dan Gaby pun suka dengan warna pink, akhirnya kami pun menukarnya dengan dibantu pramuniaga disana ( sesuai syarat dan ketentuan yang berlaku ).

Setelah itu kami menuju lantai dasar mall untuk bergegas kembali menuju kamar jenazah rumah sakit tempat dimana Gaby terbaring.

Di lantai dasar mall, secara kebetulan kami melewati sebuah toko baju. Saya sadar bahwa saya dan papa Gaby belum memiliki kaos putih polos untuk dipakai di rumah duka. Saya pun kemudian membeli kaos putih untuk kami berdua.

Ketika hendak keluar dari toko tersebut, hati saya kembali berkecamuk. Mengapa ? Karena di dekat toko baju tersebut berdiri stand pameran sekolahnya Gaby.

Kejadian ini sudah terjadi setahun yang lalu, tapi detail kejadian dan suasana hati saya di hari itu akan selalu membekas di hati saya. Saya perhatikan, pameran pendidikan di mall seringkali diselenggarakan setiap bulan September, setiap tahunnya.

Tadi sore saya hunting kado buat si dede di Keris Gallery. Kembali tanpa sengaja saya melihat dress pink yang dulu pernah saya beli untuk Gaby. Hanya saja sekarang motif brukatnya sedikit berbeda dan ukurannya tidak ada yang sebesar ukuran badan Gaby.

Suasana di mall hari ini seolah-olah menyeret saya untuk kembali ke peristiwa satu tahun yang lalu.
Setelah saya selesai mendapatkan barang yang saya cari, saya pun bergegas untuk pulang. Namun pikiran saya seperti heng dan ngeblank. Saya lupa dimana tadi saya memarkir kendaraan saya. Saya ingat pintu gate masuknya, tapi saya tidak ingat sama sekali patokan zona parkirnya.

Biasanya ngga pernah saya pikun seperti itu. Rasanya seperti korslet nih otak. Setelah beberapa kali berputar-putar di zona-zona parkir sekitar pintu masuk, untung akhirnya ketemu juga kendaraan saya.
Tadi hampir saja saya hendak meminta bantuan security yang suka keliling bersepeda di area parkiran, namun tidak jadi karena Tuhan sudah membantu saya menemukan kendaraan saya.

Dalam menghadapi persoalan-persoalan kecil Tuhan selalu membantu saya. Itulah yang meyakinkan saya bahwa Dia pun pasti akan menolong saya dalam menghadapi persoalan-persoalan yang besar. Amin.


No comments:

Post a Comment