Monday, September 17, 2018

SURAT TERAKHIR GABY



(berdasarkan penggalan naskah yang dibuat untuk mengenang Gaby yang berpulang ke rumah Bapa 3 tahun lalu)

Kamis, 17 September 2015 ( pagi )

Pukul 05.45, seperti biasa aku membangunkan Gaby dari tidurnya dengan mencium pipi dan dagunya ( aku suka dengan bentuk dagu Gaby yang cantik). Gaby lalu bangun tidur dengan manis (sudah gampang dibangunin ) dan langsung menuju kamar mandi untuk aku mandikan seperti biasanya. Setelah Gaby selesai mandi, baru giliran dede yang aku mandikan.

Setelah semua berseragam rapi, aku menanyakan kepada Gaby mengenai tugas yang tertulis di agendanya, tentang Food Groups ( dairy foods, fruit and vegetables, carbohydrate, protein ( fish and meat ), fat and sugar.

"Bie, nih kemarin malem mama udah guntingin gambarnya dari majalah, bener ga gambarnya kayak gini ?" tanyaku kepada Gaby mengenai tugasnya yang harus dikumpul Senin depan ( 4 hari lagi ).
Jawab Gaby "Yang ini bener. Yang ini gambarnya kegedean ma. Yang gambar nasi ini digunting aja ma. Nasinya masuk ke carbohydrate, yang gambar ayam bakarnya masuk ke protein. Ma, kata miss, gambarnya ngga boleh gede-gede, dan gambarnya ngga boleh hitam putih, harus berwarna. Nanti ditempel di karton HVS kayak yang di buku Science."

Mama jawab "ok, ntar mama cariin deh di internet, diprint warna."

Lalu Gaby bertanya "Mama selalu bantuin tugas Bibie emangnya mama selalu mau Bibie dapet nilai excellent ya ?"

Jawab mama "Ia lah Bie. Mama kan sayang Bibie." Dan Gaby tersenyum nyengir ke mama.

Sesaat kemudian, aku membuka lemari pakaianku, hendak mengambil sisir yang biasa kuletakkan di rak paling atas bagian depan lemari. Di bawah sisir tampak sepucuk surat yang dikemas rapi dengan amplop sederhana hasil buatan tangan. Sepertinya penulis surat tersebut sengaja meletakkan surat itu di bawah sisirku, agar aku dapat menemukan dan membacanya.

Aku menyentuh amplop itu. Di bagian depan amplop tertulis ”Love : Gaby.” Aku menyimpulkan bahwa itu surat dari Gaby yang sengaja ia tulis untukku. Kemarin sore memang sempat kulihat ia duduk di meja belajarnya dan menuliskan sesuatu pada secarik kertas putih.

Aku tergoda untuk membuka isi amplop itu. Ku lihat ada beberapa lembar kertas didalamnya. Mengingat kami harus segera berangkat ke sekolah, aku kemudian mengurungkan niatku untuk membuka amplop tersebut pagi itu. Suara hatiku berkata “Ah, waktunya sudah mepet. Kami harus segera berangkat. Nanti makin siang jalanan makin macet. Bisa-bisa terlambat sampai di sekolah. Nanti siang saja aku membacanya. Biasanya Gaby juga sering kok tulis-tulis surat untukku. Tapi tumben kali ini suratnya ia kemas dengan rapi dalam amplop, dan ia tidak memberikannya secara langsung kepadaku. Hmmm, kira-kira apa yah isi suratnya ?” Aku pun kembali meletakkan amplop surat tersebut di tempat semula aku menemukannya.

Ketika aku sedang menyentuh dan membaca tulisan di bagian depan amplop surat itu, dari sudut mataku aku melihat Gaby menatapku, namun ia tidak berkata apa-apa. Mungkin dia berpikir “Oh, mama sudah liat ada surat dari Bibie.”

Aku kemudian menyisir rambutku, rambut Gaby dan juga rambut Chelsea. Lalu kuletakkan kembali sisirku diatas amplop surat Gaby, sehingga posisi amplop itu sesuai dengan posisi ketika aku pertama kali menemukannya.

Kututup lemari pakaian, lalu aku menyuruh anak-anak pamit dengan papanya. Kami pun keluar dari kamar, menuruni tangga rumahku yang berbentuk L, lalu mereka masing-masing mengenakan sepatu. Di bawah, ama ( nenek mereka ) telah siap mengantarkan kami sampai masuk ke dalam mobil. Seperti biasa, kami saling melambaikan tangan kepada ama sambil berkata “Bye-bye Ama…”

Di mobil dalam perjalanan ke sekolah, Gaby berkata "Ma jangan lupa ya nanti bikinin Bibie puding love." Mama jawab "Ok boss. Ntar pas pulang sekolah Bibie buka kulkas pasti udah ada puding lovenya, ok ?"

Setelah sampai di sekolah ( pukul 07.20 ), mama anter Gaby dan dede ke tangga depan. Gaby berkata lagi "Ma, cium dulu." Seperti hari-hari sebelumnya, tanpa diminta pun sy selalu mencium Gaby dan dedenya sebelum masuk kelas. Tapi kata-kata “Ma, cium dulu” ternyata menjadi kata-kata terakhir Gaby kepadaku.

Setelah mencium kedua anakku, mereka menaiki tangga dan aku mengawasinya sampai mereka hilang dari pandanganku. Sejak Gaby kelas 3 SD, aku tidak selalu mengantar Gaby dan adiknya sampai di depan kelas mereka, karena sering ditegur oleh guru-guru disana untuk di drop saja dibawah. Jadi sejak kelas 3 SD, aku mengganti tas trolly Gaby dengan tas ransel agar lebih ringan ketika dibawa menaiki tangga sampai ke kelasnya. Sejak kelas 3 SD pula, letak kelas Gaby juga semakin tinggi, yaitu di lantai 3.

Seperti biasa, setelah mengantar mereka ke sekolah, aku langsung menuju kantor. Setelah buka kantor ( pukul 08.00) aku ke pasar belakang untuk beli cetakan puding pesanan Gaby. Setelah itu aku balik ke kantor dan browsing google mencari gambar-gambar Food Groups untuk tugas Gaby.
Pukul 09.11, ponselku berdering. Itu adalah panggilan telepon dari pihak sekolah Gaby yang mengabarkan bahwa aku harus segera ke Rumah Sakit secepatnya. Aku bergegas ke rumah sakit, namun setibanya di rumah sakit, aku menemukan Gaby di emergency room dalam keadaan sudah meninggal dunia.

Hal ini dipertegas oleh keterangan Dokter di RS tersebut, yang mengatakan Gaby tiba di RS pukul 09.12 dalam keadaan sudah meninggal dunia.

                                                                              * * *
Hidup ini kadang jalan ceritanya sulit dimengerti dan penuh dengan dinamika naik turun. Kadang kita merasakan kebahagiaan yang begitu sempurna, namun kadang kita mengalami kepahitan hidup yang sangat mendalam.Hanya relasi yang baik kepada Tuhan yang dapat membuat kita tetap kuat dalam menghadapi segala kepahitan hidup ini.

Ukirlah kenangan indah bersama orang-orang yang kita cintai ( suami, istri, anak-anak, orang tua, family, teman, dll. ). Sebab kita tidak pernah tahu apakah hari ini akan menjadi hari terakhir bagi kita untuk dapat bersama-sama dengan mereka. Entah hidup kita yang akan berakhir, entah hidup mereka yang akan berakhir.

                                                                              * * *
Kamis, 17 September 2015 ( malam )

Aku pulang ke rumah untuk mengambil barang-barang Gaby yang hendak dimasukkan ke dalam peti jenazah, sekaligus mengantar Chelsea dan omanya pulang.

Sekitar pukul 23.30, kami tiba di rumah. Chelsea dan omanya bersiap untuk istirahat. Malam itu Chelsea terlihat sangat lelah dan shock atas kepergian cie-cie Gaby untuk selama-lamanya.

Aku mengantar Chelsea ke kamar. Setelah ia berbaring di tempat tidurku, aku beranjak menuju lemari. Aku membuka pintu lemari dan menatap amplop surat yang tadi pagi belum sempat kubaca suratnya. Jantungku mendadak berdebar-debar. Aku mengambil surat itu dengan perasaan hancur, sedih dan perasaan campur aduk yang tak bisa kulukiskan dengan kata-kata. Kupandang tulisan yang tertera di bagian depan amplop, yang tadi pagi sempat kubaca. Tertulis “Love : Gaby.” Meskipun kata-katanya masih tetap sama, sungguh berbeda rasanya makna dari kata-kata itu bagiku. Surat itu ternyata menjadi surat terakhir Gaby untukku. Surat yang terakhir kali Gaby tulis satu hari sebelum ia pergi meninggalkanku untuk selamanya, meninggalkan papanya, meninggalkan adiknya, meninggalkan amanya, dan meninggalkan dunia ini.

Kubuka surat itu dengan penuh penyesalan. “Kenapa nggak dari pagi tadi saja sih aku buka suratnya ? Sekarang jadi terlambat kan mengetahui isi surat Gaby !” batinku berteriak. Aku menemukan tiga lembar kertas di dalam amplop itu. Satu lembar berupa surat yang dilipat, satu lembar berupa gambar hello kitty yang dulu pernah aku gambarkan untuknya, satu lembar berupa cetakan layout untuk cover diary yang dulu pernah aku hadiahkan kepadanya.

Pertama-tama, kubuka surat yang dilipat dengan jantung berdebar-debar. Di pojok kiri atas surat itu tertulis “From : Gaby.” Dibawahnya tertulis “Gaby Love Ma and Pa.” Pada baris terakhir ada gambar love dengan kata “love” di dalamnya, lalu disebelah kanannya tertulis “Ma and Pa.” Membaca surat itu rasanya seperti Gaby masih hidup, dan Gaby sendirilah yang membisikkan kata-kata yang tertulis dalam surat itu secara lisan ke telinga mama. Ya, mama mengang mengimani bahwa roh Gaby tetap hidup, dan hanya beralih dari dunia ini menuju kehidupan kekal di Surga.

Setelah selesai membaca surat yang terlipat tadi, aku membuka lipatan cetakan layout cover diary Gaby yang dulu pernah aku buat untuknya dengan design special sebagai hadiah Natal. Ternyata di dalamnya ada tulisan lagi yang berbunyi “I love mother. Gaby love Ma.”

Aku pun memandang gambar wajah hello kitty yang dulu pernah aku buatkan untuknya. Gambar sederhana yang dulu aku buat diatas secarik kertas bekas kecil ternyata masih disimpannya dengan rapi.

Setelah itu, aku mandi dan mengumpulkan barang-barang milik Gaby satu per satu. Setelah semua barang-barang Gaby terkumpul, aku bersiap untuk segera kembali ke Rumah Duka. Namun saat hendak pergi, aku melihat Chelsea tidurnya sangat gelisah. Seperti kaget-kagetan tidak seperti biasanya. Mungkin dia shock dengan kenyataan cie-cie kesayangannya meninggal dunia.

Melihat kondisi Chelsea seperti itu, aku menjadi ragu untuk meninggalkannya pergi. Aku lalu memutuskan untuk menemani Chelsea tidur di sampingnya malam itu. Aku telpon papa Gaby dan mengabarkan bahwa Chelsea tidak bisa ditinggal. Akhirnya papa Gaby juga pulang ke rumah, dan adiknya papa Gaby yang menunggu jenazah Gaby di Rumah Duka.

Keseokan paginya, kami baru kembali ke Rumah Duka.





Monday, July 16, 2018

Berbagi Kasih Mengenang Hari Lahir Gaby ke Panti Asuhan Mekar Lestari


Peringatan hari lahir Gaby tahun 2018 ini kami lakukan bersama dengan anak-anak Panti Asuhan Mekar Lestari, BSD, Tangerang Selatan.

Gak papa yah Bie jadwalnya agak mundur dua minggu ke belakang dari tanggal lahir Bibie yang sebenarnya, yang penting semua merasakan sukacita. Semoga Bibie di surga juga ikut merasakan sukacita yah Bie. Amin.

Friday, July 6, 2018

Hanya Sebuah Mimpi

Hari pertama masuk sekolah di tahun ajaran baru telah tiba. Mama sibuk menyiapkan Gaby dan dede sebelum berangkat sekolah. Mereka berdua memakai seragam putih merah. Lalu kami bergegas menuju sekolah.

Sesampainya di sekolah, murid-murid sudah ramai berbaris, sebagian ada yang sudah masuk kelas. Mama mulai mencari kelas Gaby, setelah itu baru mama cari kelas dede. Mama memang selalu ngurusin anak yang gede dulu, baru yang kecil.

Mama melewati sebuah kelas dengan tulisan 4A. Di depan kelas duduk seorang anak perempuan yang asing bagi mama, tapi ia seperti mengenal Gaby. Mama mulai berpikir "Selama ini semua teman Gaby pasti saya kenal, kenapa yang ini tidak ya."

Anak perempuan itu berkata kepada kami "Gaby, kamu di kelas ini."

Gaby pun terlihat senang dan masuk ke dalam kelas. Mama lalu memastikan apakah benar nama Gaby terdaftar di kelas itu. Lalu mama mencari tempelan daftar nama murid di pintu kelas tersebut. Lalu mama menemukan daftar namanya tertempel di belakang pintu kelas. Mama membacanya satu per satu. Ada 3 anak yang namanya Gabriella. Tertulis di daftar nama "Gabriella Aurelia, Gabriella Cindy, Gabriella Chintya." Mama terus membaca dan mencari nama Bibie, tapi mama tidak menemukan nama "Gabriella Sheryl Howard."

Mama lalu memanggil Bibie dari pintu kelas "Bie, salah Bie. Bibie bukan di kelas ini. Nama Bibie ngga ada." Tapi Bibie hanya menoleh ke arah mama tanpa beranjak dari tempat duduk. Sepertinya Bibie sudah terlanjur suka dengan kelas itu.

Lalu guru kelas tersebut yang telah duduk di meja guru menoleh ke arah mama dan berkata "Gak apa-apa bu. Biarkan saja Gaby duduk disini dulu, sambil ibu mengecek ke kelas yang lain."

Mama dan dede lalu mencari ke kelas 4B, 4C, dan 4D, tetapi tidak menemukan nama "Gabriella Sheryl Howard" di daftar murid yang tertempel di pintu kelas masing-masing. Lalu mama mulai panik dan bertanya-tanya dalam hati "Kok nama Bibie ngga ada di dalam daftar nama ya ?"

Setelah itu mama terbangun. Mama sadar bahwa mama baru saja mimpiin Gaby. Pantes dalam mimpi nama Bibie tidak terdaftar di kelas manapun, karena sekarang Bibie sudah di surga. Tapi dalam mimpi mama hari ini, Bibie seperti masih hidup, tapi diem aja. Bibie ngga ngomong apa-apa, cuma liatin mama aja. Rambut Bibie dikuncir dua.

Semasa hidup, Bibie ngga pernah pakai seragam putih merah. Seragam sekolah Bibie adalah batik biru tiap Senin-Kamis, dan baju bebas tiap Jumat. Dan mama ga pernah cari-cari kelas buat Bibie, karena tiap tahun ajaran baru, kelasnya hanya itu-itu saja, karena di sekolah Bibie tiap angkatan hanya ada 1 kelas saja. Gaby juga ngga pernah duduk di kelas 4, karena ia telah meninggalkan dunia ini saat kelas 3 SD.

Wednesday, June 27, 2018

Mengenang Hari Lahir Gaby 11 tahun yang lalu

Bersyukur karena 11 tahun yang lalu ( Rabu, 27 Juni 2007 ) Tuhan sudah memberikan Gaby untuk menjadi anak mama dan papa. Dulu Bibie lahir pada hari Rabu. Di tahun 2018 ini, tgl 27 Juni juga jatuh di hari Rabu.

Kebetulan juga hari ini adalah hari libur nasional, maka kami bisa datang ke makam Bibie untuk mengenang hari lahir Bibie.

Kemarin mama pesen sama tukang balonnya "Pak saya mau pesen balon gas, kirimnya ke makam anak saya ya. Karena besok adalah hari lahir anak saya. Tapi anak saya sekarang sudah di surga. Makanya saya mau terbangin balon keatas, ke surga. Tolong gasnya nanti yang kuat yah. Dan balonnya kalo bisa ada warna pinknya, karena anak saya cewek."






Bersyukur cuaca di makam Bibie cerah ceria, sehingga balon-balonnya dapat terbang tinggi.
Sambil menatap langit, dede bertanya "Ma itu balonnya beneran bisa sampai ke surga ?" Mama jawab "Kalo balonnya udah ngga keliatan lagi, anggap aja balonnya sudah sampai di surga de."



Sunday, June 24, 2018

Video Misa Arwah 1.000 hari wafatnya Gaby

Misa Arwah Part 1 ( Pembukaan & Liturgi Sabda )



Misa Arwah Part 2 ( Homili )



 Misa Arwah Part 3 ( Liturgi Ekaristi )


Thursday, June 14, 2018

Misa Arwah Peringatan 1.000 hari Meninggalnya Gaby

Senin, 11 Juni 2018





Terima kasih kepada teman-teman yang sudah bersedia hadir dalam Misa Arwah 1.000 hari Gaby, baik teman-teman mama Bie, teman-teman papa Bie, dan juga teman-teman Bibie. Ada 3 teman TK Bibie sewaktu bersekolah di Little Jumps yang datang mendoakan Bibie, yaitu Jose, Ernest, dan Andre. Gaby pasti penuh sukacita di surga karena banyak sekali yang datang mendoakannya.

Puji Tuhan, atas cuaca yang baik. Ngga bisa dibayangkan gimana jadinya kalau kemarin turun hujan, karena banyak tamu yang duduk di teras karena di dalam rumah sudah full. Tapi Tuhan sungguh baik, Ia memberi cuaca yang baik. Bahkan nyamuk-nyamuk yang biasanya nakal pun kemarin nyaris tidak terlihat. Meskipun rumah Bibie kecil dan daya tampung terbatas, Tuhan membuat segala sesuatunya berjalan dengan lancar dan khidmat. Puji Tuhan !


Rabu, 13 Juni 2018 
( Ziarah ke Makam Gaby )





Thursday, April 12, 2018

940 hari


940 hari...
Mama ngga bisa melihat Bibie lagi, tapi masih bisa lihat foto Bibie...
Mama ngga bisa mendengar suara Bibie lagi, tapi masih bisa dengar rekaman suara Bibie...
Mama ngga bisa peluk cium Bibie lagi, tapi masih bisa doain Bibie...

Yang penting mama ngga pernah menganggap Bibie hilang. Bibie hanya pergi ke suatu tempat yang belum bisa mama jangkau sekarang, namun mama masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk memanfaatkan sisa waktu yang ada, supaya pada akhirnya mama bisa sampai kesana juga.

940 hari berlalu, sekarang mama udah banyak berubah Bie, berubah jadi tambah bulet. Mungkin karena mama sekarang sudah punya harta di Surga, yang selalu setia doain mama dari sana, yaitu Bibie...dan Abel...

Friday, February 16, 2018

GONG XI FA CAI


Bibie...
Sincia tahun Kambing ( 2015 ) adalah Sincia terakhirmu...
Saat itu Bibie sudah berumur 8 tahun ( walaupun saat itu Bibie belum ultah yang ke 8 )...
Kala itu Bibie senang sekali diajak kiong hi ke tempat popo dan keluarga lainnya...
Bibie pun menyimpan semua kertas angpao yang Bibie dapat ke dalam sebuah tas kecil...
Setelah Bibie pergi meninggalkan dunia ini, mama menemukan koleksi kertas angpao ini di dalam tas kecil Bibie...
Mama menyimpannya... dan akan terus menyimpannya...
Sekarang, setiap imlek tiba, mama hanya bisa memandang foto Bibie yang memakai baju Cheongsam ini, dan juga memandang kertas-kertas angpao Bibie ini...
Mama sudah ngga bisa kasih angpao ke Bibie lagi, tapi biarlah doa-doa mama selama ini menjadi angapo kebahagiaan buat Bibie di surga...
Amin...


GONG XI FA CAI...SEMOGA KEBAHAGIAAN SURGAWI SENANTIASA MELIPUTIMU SAMPAI KITA BERTEMU LAGI...

Saturday, February 10, 2018

MENGINTIP KAMAR GABY


Pintu ini merupakan penghubung antara kamar Gaby dan kamarku.
Kamar kami sengaja dibuat saling terhubung agar kebersamaan dengan anak-anak dapat tetap terjalin tanpa terpisahkan oleh tembok.
Dulu setiap Gaby keluar masuk kamar pasti melewati pintu ini.
Dikala aku terjaga di malam hari, akupun sering melongok posisi tidur Gaby lewat pintu ini. Apakah bantalnya menutupi hidungnya ? Apakah kakinya terjuntai keluar dari tempat tidur ? Apakah selimutnya perlu diperbaiki posisinya ? Apakah bajunya perlu dibetulkan ? Apakah ACnya terlalu dingin ?
Setiap pagi, aku selalu melewati pintu ini untuk membangunkan anak-anakku ( Bibie dan dede ), sekaligus menyiapkan baju seragam sekolah mereka. Terkadang saat dede tidur di kamarku, aku melewati pintu ini hanya untuk membangunkan Bibie.
(Terakhir-terakhir dede lebih sering bobo di kamarku, dan Bibie bobo sama papa di kamar Bibie. Bibie sebenarnya juga mau bobo di kamarku. Namun setiap kami tidur bertiga, dede yang bobo ditengah selalu terbangun dan merasa kesempitan, sedangkan Bibie sudah tertidur pulas. Daripada Bibie ketendang dede karena sempit, jadi aku menggendong Bibie melewati pintu penghubung ini untuk memindahkannya kembali ke kamarnya.
Kalau dede yang dipindahin, dedenya yang akan nangis kejer. Kalau aku yang tidur ditengah, dede takutnya terjatuh dari tempat tidur karena tidurnya sering bergeser kemana-mana. Sedangkan Bibie tidurnya lebih anteng dan jarang bergeser kemana-mana.
Tentu saja ketika dipindahkan, Bibie merasa sedih. Sambil menangis ia berkata "Bibie juga mau tidur bareng mama. Kenapa Bibie yang harus dipindahin. Mama sayangnya dede doang. Ngga sayang Bibie." Kini airmata dan kata-katanya itu selalu kukenang. Maafkan mama Bie. Kalau saja mama tahu Bibie tidak punya waktu banyak lagi bersama mama...)
Aku mengambil seragam mereka dari dalam lemari pakaian mereka, meletakkannya diatas tempat tidurku, kemudian aku memandikan mereka. Setelah selesai mandi, mereka menuju kamarku untuk mengenakan pakaian seragam masing-masing. Terkadang Bibie memakai pakaiannya sendiri, namun terkadang ia juga minta dipakaikan olehku. Sedangkan dede selalu memakai seragamnya dengan bantuanku.
Pagi itu, Kamis, 17 September 2015, sekitar pukul 05.30 WIB, Bibie melewati pintu ini untuk mandi pagi. Setelah selesai mandi, seperti biasa Bibie berganti pakaian di kamarku, lalu berangkat ke sekolah. Ternyata...setelah itu...Bibie tidak pernah lagi melewati pintu ini, karena Bibie tidak pernah bisa pulang kembali ke rumah selamanya.
Kamis menjelang tengah malam ( 17 Septemeber 2015), setelah kembali dari rumah duka, aku melewati pintu ini untuk mengumpulkan barang-barang serta pakaian kesukaan Bibie, untuk kubawa ke rumah duka dan kuletakkan di samping jenazahnya. Kulihat boneka Teddy Bear coklat kesayangannya masih terbaring diatas tempat tidurnya. Biasanya sepulang sekolah, sesampainya di rumah ia langsung mencari dan memeluk boneka itu. Bahkan boneka itu sering dibawanya ketika aku mengantarnya ke sekolah. Ia pun berpesan padaku untuk tidak menurunkan bonekanya dari mobil sampai aku kembali menjemputnya. Ia ingin Teddy Bearnya turut serta bersama mamanya, mengantar dan menjemputnya ke sekolah. Begitu pula dengan dede. Boneka Teddy Bear biru dede juga tak ketinggalan dibawa-bawa oleh dede. Boneka itu bahkan seringkali mereka letakkan dalam posisi duduk bersebelahan di tengah-tengah kursi mobil bagian tengah, sesuai posisi mereka duduk masing-masing. Namun pada Kamis, 17 September 2015, Bibie dan dede tidak membawa serta boneka Teddy Bear masing-masing ke sekolah.
Sementara aku mengumpulkan sebagian barang-barang Bibie, dede yang sudah lelah dan berkali-kali muntah dalam perjalanan pulang dari rumah duka, berbaring di tempat tidurku ditemani amanya ( neneknya ).
Dede bilang "Dede takut tidur di kamar dede ( kamar Bibie juga ). Dede mau tidur di kamar mama aja."
Malam itu tidur dede terlihat gelisah sekali, mungkin karena syok dengan keadaan dimana ia harus kehilangan cie-cienya. Akupun terpaksa mengurungkan niatku untuk balik ke rumah duka. Aku lalu mempersilahkan mamaku untuk beristirahat di kamarnya, dan aku kemudian berbaring di sebelah dede, menemaninya sampai tertidur pulas.
Dalam kesendirianku ( saat dede mulai titidur pulas ), aku merasakan kegalauan yang luar biasa. Tidak ada kata-kata yang bisa mendeskripsikan perasaanku saat itu. Aku berharap semua yang terjadi sepanjang hari itu hanyalah sebuah mimpi. Ya, aku berharap segera bangun dari mimpi buruk itu, namun aku tak kunjung terjaga dari mimpi itu.
Aku kemudian membuka lebar pintu penghubung dan berdiri disampingnya sambil memandang tempat tidur Gaby yang kini kosong. Tempat tidur ini belum pernah kosong sebelumnya. Namun sejak Kamis, 17 September 2015, tempat tidur ini kini tak ada penghuninya lagi.
Sesekali saat tidur, aku pernah bermimpi buruk. Syukurlah saat bermimpi buruk, aku seringkali meneriakkan namaNya dalam ketakutanku. Ya, namaNya. Setelah terjaga, seringkali yang melekat kuat dalam ingatanku bukan lagi mimpi burukku itu, tapi perasaanku saat aku menyebut namaNya. Sungguh aku membutuhkan pertolonganNya.
Tapi ini bukan mimpi buruk. Ini adalah kenyataan pahit. Oleh karena itu aku panggil namaNya dengan kesadaran penuh...Aku berdoa...
Ketika Gaby sudah tidak bisa menggeser pintu ini...
Ketika Gaby sudah tidak bisa melewatinya lagi...
Aku menempel foto Gaby di pintu itu, supaya ketika aku menggesernya, aku bisa merasakan keberadaannya. Walaupun itu hanya sekedar impian, setidaknya itu adalah sebuah impian yang indah.
Sama halnya seperti kamar kami yang sengaja dibuat terhubung agar kebersamaan kami bersama Bibie dan dede tetap terjalin dengan baik, kini kami pun tetap mempertahankan jalinan kebersamaan itu.
Bagi kami, jalinan kebersamaan itu mampu menembus batas ruang dan waktu, karena jalinan kebersamaan itu berasal dari dalam hati, yang isinya tidak dapat dilihat, namun bisa dirasakan.